menu

Welcome

Wilujeng Rawoh (Selamat Datang ) di Warung Makan Sekatul Tempel – Sukoharjo – Solo – Jawa Tengah

Jumat, 25 April 2014

Waroeng Sekatul (Warung Makan Sekatul).

Profile Waroeng Sekatul adalah pengembangan dari Kampoeng Djowo Sekatul yang sudah memiliki ciri khas di daerah Kendal -Semarang - Jawa Tengah. Pengembangan ini didasari akan kebutuhan konsumsi masyarakat yang semakin hari semakin berkembang. Kualitas cita rasa yang terjamin dan atmosfer Jawa yang kental adalah ciri kami dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pengunjung.

Berikut ulasan tentang Warung Sekatul Kampung Djowo yang Berada di Kendal - Semarang - Jawa Tengah :



A. LATAR BELAKANG Sebagai orang jawa tentu tidak ada salahnya untuk nguri–nguri atau melestarikan kembali nilai–nilai budaya jawa warisan leluhur di bumi nusantara.

Herry Setianto, seorang pengusaha eksport mebel dari kota Semarang Jawa Tengah terpanggil nguri–uri atau tumbuh kecintaannya untuk melestarikan adat istiadat, tradisi dan budaya jawa yang adi luhung.

Selama 12 tahun menggeluti laku jawa ternyata Herry Setianto memperoleh pengalaman bathin yang sangat menakjubkan dan sungguh lengkap. Sementara ini, dalam budaya jawa, utamanya dalam hal ngelmu sebagian besar masyarakat salah memahaminya.

Ngelmu lebih diartikan kehal-hal yang negative tetapi sebetulnya itu sangat mulia. Ngelmu hakikatnya olah roso, olah hati, salah satu produknya lebih m engarah kepada kejujuran, ketulusan, andap asor, ( rendah Hati ), wani ngalah luhur wekasane ( BUKAN MENGALAH JIKA INGIN MENANG PADA AKHIRNYA )

Hal tersebut dapat menjadi modal dasar atau tekad hidup orang djawa, maknanya ngerti dedalaning guno lawan sekti ( MENGERTI CARANYA MELAKUKAN SESUATU YANG LEBIH BERGUNA DAN BERMARTABAT ) Dalam budaya jawa sebenarnya berisikan hikmah dan kunci keberhasilan hidup didunia dan akhirat.

Hal itu tercermin dalam tembang dan gulo pada syair ngerti dedalaning guno lawan sekti kudu andap asor wani ngalah luhur wekasane.

Demikian juga dalam hal ngelmu ada juga tembang pucung, BAHWA NGELMU IKU KALAKONING KANTHI LAKU. Pengertian segala sesuatu itu harus laksanakan tidak cukup jika hanya kita bicarakan.

Kandungan nilai – nilai dari budaya jawa yang adiluhung itu umumnya memang sudah ditinggalkan sebagian besar orang djawa saat ini.

Justru yang banyak mengambil hikmah sekarang ini adalah orang – orang dinegara maju seperti Jepang, Eropa, dan orang – orang amerika, yang lebih mempunyai roso dibandingkan orang jawa yang sebenarnya lebih mengetahui teori roso. Hal seperti itu yang sangat disesalkan oleh Herry Setianto.

B. BAGAIMANA AGAR KITA MEMPUNYAI ROSO

Berdasarkan pengalaman Herry Setyanto, jika seseorang ingin mempunyai roso dapat dilakukan proses yang sangat panjang, berat dan perih.

Menumbuhkan roso harus mau menjalankan ( Laku) PRIHING BATIN ATAU PRIHATIN.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan tekad harus mempunyai landasan, mempunyai kemauan yang kuat untuk selalu menjaga kejujuran, ketulusan, andap asor, disiplin dan bertanggung jawab sehingga produkna nanti bisa dipercaya.

Roso yang dihasilkan juga termasuk nurani sebagai produk dari perilaku kita sehari – hari. Selama ini ada pemahaman ngelmu orang jawa itu hanya dilakukan dengan bertapa dan kungkum disendang- sendang namun sebenarnya, pengertian ngelmu dapat diartikan kita melakukan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi orang lain sehingga lebih bermartabat.

Bekerja keras dan menjadi lebih baik hari demi hari secara moralorang tersebut sudah dapat dikatakan NGELMU

Ternyata dari apa yang udah dialami dan dilakukan selama 12 Tahun oleh Herry Setianto sejak usianya menginjak 40 Tahun itu menjadi suatu rangkaian menuju kesempurnaan orang jawa.

C. LIMA SYARAT MENUJU KESEMPURNAAN ORANG JAWA

Dalam kehidupan orang jawa yang dipandang sempurna jika telah memiliki lima hal yaitu Wismo( Rumah), Garwo(Istri), Kukilo( Burung), Curigo(Keris/Senjata), Turonggo( Kuda/ Katuranggan).

C.1. WISMO ATAU RUMAH.

Berdasarkan penuturan Herry Setyanto, kembali pada laku yang dijalaninya selama 12 Tahun lalu Merasa sebagai orang Jawa yang beridentitas tentunya harus mempunyai Rumah Jawa / Joglo Jawa.

Sebelum mendirikan Rumah / Joglo Jawa, mulailah mencari tempat dulu, kebetulan Tahun 1999, Herry Setyanto mendapatkan tempat diSekatul yang lokasinya di Desa Margosari, kec. Limbangan Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Ternyata secara kebetulan, Tanah Sekatul mempunyai kandungan sejarah yang dalam.

C.1.A. SEJARAH DITEMUKANNYA TANAH DI SEKATUL

Pencarian, perburuan, dan penelitian dilakukan sejak 1997, dan pada tahun 1998 ditemukan lahan ini yang bernama sekatul.

Tanah Sekatul, atau Bumi Sekatul ini dinamakan Tanah Sabuk banyu atau tanah Pusaka. Sejarahnya cukup panjang dan tua, bnermula dari jaman Mataram hindu.

Jaman Mataram Hindu abad ke 6 - 7 Masehi sebelum jaman Candi Borobudur yang pada waktu itu berada di"Dieng". Raja yang terkenal saat itu "Wangsa Sanjaya"yang berpindah tempat sebelumnya dari kerajaan kalingga di daerah Keling(Jepara)dengan ratunya yang terkenal bernama Ratu Shima,dimana Kerajaan Kalingga mengalami masa surut selelah diserang Kerajaan Padjajaran. Wangsa Sanjaya memerintahkan kepada para Empu untuk membangun Candi Prumasan di daerah Medini,dan dilanjutkan pembangunannya hingga candi Gedong Songo. Tanah Sekatul sangat strategis untuk tempat persinggahannya.

Pada abad ke 16 Masehi,Raja Mataram Islam yang bernama Sultan Agung Hanyokro Kusumo menyerang Belanda di Batavia,dalam perjalanannya,para senopati dan prajuritnya berkumpul di tanah ini. Untuk merancang strategi bersama dengan Pangeran Djuminah,putra Raja Mataram I Kadipaten Kendal. Nah,karena disini dulunya digunakan untuk merancang strategi dan pertimbangan maka daerah kawasan ini dinamakan"Limbangan". Tanah Sekatul juga dinamakan Tanah "Sabuk Banyu"/"Tanah Kendit",karena secara alamiah dikelilingi aliran air,menurut kepercayaan orang jawa,dahulu tanah demikian disebut Tanah Pusaka.

Dikala Jaman Jepang ,penduduk disini sangat menderita dan makanan sangat sulit,dengan segala keterbatasannya penduduk harus menyambung hidup dengan memakan apa saja yang dapat dimakan,termasuk makanan sejenis "Katul". Untuk mengenang penderitaan tersebut dan mengingatkan anak cucu kelak supaya ingat sejarah maka tanah ini dinamakan"Sekatul". Sekatul juga dapat diartikan sari-sarinya padi,karena padi yang telah ditumbuk,segala gizi dan vitaminnya terkandung disini.

C.1.C HASIL PENELUSURAN TANAH SEKATUL Setelah dicermati dalam bentuk peta, tanah sekatul membentuk sebuah keris luk tiga, atau disebut tanah jangkung yang artinya tanah yang dilindungi. Secara alamiah tanah disekatul dikelilingi oleh sungai yang mengalir dan berbatasan dengan empat desa yaitu disebelah selatan namanya desa tanggul angin, disebelah timur desa pager ruyung, disebelah utara desa pagerwojo, dan disebelah barat namanya desa pagertoya.

C.1.C PEMBANGUNAN RUMAH ATAU JOGLO JAWA Mulai tahun 1999 didirikan bangunan yang pertama sebagai rumah lanang. Adapun sejarah rumah Lanang dulunya adalah Pendopo Kadipaten bagan dengan adipatinya pangeran Sekar ( sedolepen ) Sorowiyoto, letaknya didekat Lasem, Wilayahnya mencakup Lasem, Rembang, dan sekitarnya. Pada waktu itu ( abad ke 15 ) Pendopo ini termasuk jenis rumah “ Tadah Loh” yang artinya tempat kesuburan ( Tempat rejeki ), sehingga dinamakan “ Dalem bagan “

Kemudian pada Tahun 2000 rumah Wadon ( Limasan ) disambung dibagian belakang rumah ini, ditemukan ditengah Hutan perbatasan Blora – Ngawi, Letaknya didekat Tlogo Tuwung Desa Getas dukuh LEMAH TULIS. Kendati rumahnya relative baru, rumah tersebuit diambil dari rumah yang dimana dulunya tempat tinggal Mpu Barada kala jaman kahuripan abad X, sehingga rumah wadon ini dinamakan Dhalem Barada. Konon Keris Kyai Nogososro dibuat olehnya. EMPU BARADA ADALAH PUTRA INDRIYANA, ATAU PATIH EMPU PANCAPANA JAMAN BOROBUDUR ABAD DELAPAN. Nah, untuk melengkapinya sesuatu tradisi jawa rasa syukur, diadakanlah wilujengan dengan mempergelarkan Ringgit Purwo pada bulan Agustus 2000 dengan dalang Ki Manteb Sudarsono mengambil ceria “ BIMO SUCI “ Sekaligus memperingati hari lahirnya Indonesia, juga untuk member iburan kepada masyarkat setempat.

Kemudian didirikan lagi Joglo Bonokeling. Tempat ini Semula digunakan untuk beristirahat dan menenagkan diri jauh dari hiruk pikuk dan kesibukan hidup di kota. Griyo Bonokeling di temukan di Desa Tubanan Kecamatan keeling Kabupaten jepara. Adapun cirri Griyo ini adalah metode pemgerjaannya tanpa mengunakan pasha, hanya mengunakan pethel ( sejenis kapak kecil ) dan termasuk “ unik”. Cara pembuatannya membutuhkan ketekunan dan kesabaran, sehingga sangat cocok untuk tempat berdoa. Berdasar tempat ditemukannya dan untuk mengenal sejarah, maka rumah tersebut diberi nama “ Dhalem Bonokeling “ karena disekitar area tersebut dulunya berdiri kerajaan Kalingga dengan ratunya yang terkenal ratu Shima.

Pada waktu pembuatannya, Herry Setyanto mempunyai seekor kambing yang sangat pandai bernama “ joko kendil “ dia berperan sangat besar sebagai mandor pengawas bagi para tukang yang bekerja pada saat itu. Sekarang kambing itu sudah meninggal,dan dikubur didepan rumah tersebut, dan untuk mengenang jasanya diberi tempat petilasan “ joko kendil “ bagian kepalanya diawetkan dan kulitnya disungging “Bimo Suci”. Kambing tersebut dapat membedakan orang baik, orang buruk, bahkan orang yang berniat buruk. Diketemukan didesa Lebak Sari Kabupaten Blora pada Tahun 1999, Waktu itu berusia 3 Bulan, setelah menginjak 1 tahun ternyata kambing itu sangat pandai, kemudian dimulailah penggembalaan terus menerus tiap hari, siang dan malam selama 3 tahun, kemudian setelah dirasa cukup, dipindahkan di Sekatul ini.

Dalam babad Tanah jawi diceritakan Raden joko Sesuruh atau Raden Wijaya mempunyai sekar kedaton Dewi Roo kemuning, kemudian diadakan sayembara menangkap Duratmoko yang sangat sakti mandraguna Blawong merteng sari yang kalau malam berubah menjadi satria tampan sebagai titisan Ciung Wanara. Selanjutnya, pada tahun 2005 mulai kami menemukan rumah joglo didaerah Pati, yang berfungsi sebagai Sasono Hondrowino ( joglo pandang ). Untuk mengenang sejarah sesuai tempat diketemukannya, diberi nama “ Ndalem Joyokusuma “ sesuai cerita babad kadipaten Pati “ dengan Adipati I joyo Kusuma “. Berikutnya dibangun rumah baru sebagai tempat memasak atau dapur dan diberi nama Dalem “ Jayengan “. Pada sabtu pahing tahun 2005 mulai dibuka untuk umum dan diberi nama Wisata Kampung Jowo “ SEKATUL” sudah tentu terjadi perkembangan dan dinamika dari konsep kasempurnaan Djawa untuk pribadi menjadi untuk kepentingan umum. Joglo berikutnya yang didirikan dinamakan Joglo saridin, rumah joglo dengan kombinasi antara ciri MATARAM, karena ada tumpang sari polos dengan joglo gaya pesisiran.

Berdasarkan sejarah, rumah tersebut dulunya milik RETNO DJENOLI, kakaknya SULTAN AGUNG ANYOKROKUSUMO yang menjadi istri SJEH JANGKUNG. Kemudian oleh Saridin Rumah joglo tersebut diboyong ke Kabupaten Pati, baru pada Tahun 2007 Herry Setyanto menemukannya dalam kondisi lengkap kemudian diboyong ke sekatul untuk dilestarikannya. Bangunan Rumah Joglo lain yang didirikan adalah joglo Lawu. Disebut joglo lawu karena Rumah joglo tersebut dibangun dipuncak Gunung lawu diketinggian lebih dari 3000m diatas permukaan laut.

Rumah joglo Lawu bentuk keempat soko gurunya dinamakan” Satrio Kinayungan” karena bentuk tiangnya dari atas kebawah mengecil, dan jumlah tumpang sarinya lima. Rumah yang didirikan di puncak gunung Lawu tersebut dulunya adalah milik Ki Ageng Bedander didaerah Bojonegoro. Joglo lawu merupakan Rumah joglo yang bersejarah karena pernah digunakan menyembunyikan PATIH GAJAH MADA, Raja Majapahit Jayanegara Tribuwana Tungga Dewi pada saat pemberontakan Rakuti dan Rasemi. Sayang Jika rumah – rumah bersejarah tersebut terlantar. Cepat atau lambat rumah-rumah adat jawa ini akan punah sebab masyarakat sekarang sudah berorientasi untuk mengganti dengan Rumah yang Modern bertembok dan hal itu sangat kita sesalkan.// 1. GARWA ( ISTRI ) Selain memiliki rumah Lanang dan Rumah Wadon, guna mewujudkan menjadi manusia jawa yang sempurna adalah memiliki garwa atau istri. 2. KUKILO ( BURUNG KLANGENAN ) 3. CURIGO ( KERIS PUSOKO ) 4. TURONGGO ( KUDA ) Katuranggan itu sifatnya alamiah yang bagi orang Jawa jaman dulu merupakan petunjuk atau tanda alam sebagai buatan dari Yang Maha Kuasa.// Orang jawa sangat ahli dalam katuranggan itu Bagian dari petunjuk.//

II. KEKANCINGAN / PENGANUGERAHAN GELAR DARI KERATON KASUNANAN SURAKARTA Awalnya apa yang dilakukan oleh Herry Styanto adalah murni orang laku jawa, adalah laku, belajar tentang sejarah, mitologi jawa, itung, peritung jawa.Dalam prinsip Herry Setyanto derajat seseorang itu ada tiga, yaitu “ BUJANG DUPAK, kemudian ke ESEM BUPATI dan DERAJAT TERTINGGI SEMU RATU. Nah perjalanan Kanjeng Pangeran Haryo Hary Djojonagoro itu dalam rangka bagaimana meningkatkan derajat tersebut. Semula murni rasional, kemudian belajar, Olah Roso dan mulai mendapat kekancingan pertama yang diterima Herry Styanto menjadi seorang kanjeng Raden Tumenggung dengan nama lengkap KRT HARI DJOJONAGORO.

Kemudian oleh Sinuhun pakubuwono ke-12 Suargo menunjuk KRT HARY DJOYONAGORO untuk membuat pesanggrahan di puncak gunung Lawu. Syukur sudah berhasil dilaksanakan titahnya tahun 2005 dan atsa jerih payah itu Sinuwun Hangabehi berkenan memberi gelar Kanjeng Pangeran atas fowo gawenya kepada Kerajaan. Dari situ meningkat menjadi Kanjeng Pangeran Aryo atau KPA, kemudioan Kanjeng Pangeran Haryo atau KPH dan sekarang menjadi seorang Adipati. Menjadi seorang Kanjeng pangeran haryo adipati bukanlah keinginan dan tujuan Hery Setyanto, namun demikian ternyata hal tersebut mengandung sebuah tanggungjawab. K-P-H Hari Djojonagoro secara pribadi sebenarnya tidak mempunyai pamrih apa-apa. Kesemuanya itu murni panggilan secara alamiah dan tidak ada keinginan memiliki sebelumnya dalam laku jawa tersebut. Jerih payah hasil perjalanan Hery Setyanto hingga pada akhirnya memperoleh anugerah dan pengukuhan sebagai kanjeng Pangeran Haryo Adipati memang tidaklah ringan.

Sebagai rasa syukur atas anugerah berkah dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa tersebut, digelar Kepyakan dengan menggelar pentas Wayang Kulit semalam suntuk oleh dalang Ki Manteb Sudarsono Lebdho Carito, Lakon Gunawan Winisudho. Mengawali pergelaran wayang kulit semalam suntuk tampil Putro sinuwun Pakubuwono ke-13 hangabehiyang kini mamsih duduk disekolah dasar yaitu Gusti Suryo Mustiko dengan lakon Gatot Koco Jedhi. Selain itu juga telah dipersiapkan tari bedoyo ciptaan sendiri yang menceritakan tentang sejarah laku K-P-H hari Djojonagoro, yaitu sejarah laku orang jawa yang diwujudkan dalam tembang atau beksan dalam bentuk bedoyo yang diceritakan pada jaman modern.

III. RELEVANSI DAN RUANG LINGKUP Harapannya sebagai orang jawa, Kanjeng Pangeran Haryo Adipati Gjojonagoro dapat memberikan sumbangasih sekaligus pencerahan tentang jawa. Adat istiadat, tradisi dan budaya jawa memang adiluhung dan masih relevan untuk dipelajari serta dapat digunakan dan sebagai way of live atau jalan hidup orang jawa agar selamat dunia dan akherat. Orang jawa diharapkan tidak kehilangan jawanya.

Selain itu juga sebagai penyeimbang kehidupan modern yang penuh material, serba instan, serba duniawi. Sebagai penyeimbang lebih kepada nilai spiritual, suasana batiniah kita sehingga dua hal tersebut hadir secara harmonis dalam diri kehidupan kehidupan manusia yang sesungguhnya. Lebih jauh dari itu ternyata kandungan ilmu jawa itu sangat diperlukan bagi kehidupan masyarakat modern sekarang ini yang sekarang sudah lupa dan merasa asing dengan budayanya sendiri. Kandungan-kjandingan ilmu jawa sangat sangat diperlukan dalam hidup orang modern yang kini seolah sudah dilupakan, seperti esensi jawa,filosofi,budi pekerti. Hal-hal tersebut seharusnya ditumbuhkan kembali.

Bagi pemerintahan atau penyelenggara Negara, budaya adalah landasan dalam hidup berbangsa dan bernegara Tanpa penguatan sisibudaya tersebut, maka martabat kita sebagai bangsa yang bermartabat, eksistensi kita sebagai manusia beradab akan mengalami pendangkalan

IV. KEPEMIMPINAN JAWA DIMASA KINI Kepemimpinan orang jawa sesungguhnya adalah kekuatan hati.olah roso atau kekuatan roso. Derajat manusia yang tingkatan tinggi perlambang sudah mengetahui suasana kebatinan orang banyak. Para pemimpin seharusnya lebih banyak melakukan instropeksi. Sumbangsih kepada pemimpin sekarang, gunakanlah roso dan hendaknya jangan hanya mengandalkan akal pikiran. Namun kedua hal tersebut jika diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara akan melahirkan sebuah keharmonisan, keseimbangan, sehingga diharapkan kepemimpinan seorang pemimpin akan menjadi teladan bagi rakyat dan ujungnya akan dipercaya RAHAYU RAHAYU RAHAYU…………………………….

Sekatul, 05 desember 2009 KPH ADIPATI HARI DJOJONAGORO

Sumber Berita Diatas Diambil Melalui Web Kampung Djowo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikutin informasi Aktual Melalui Facebook di https://www.facebook.com/waroengsekatul.tempel

Follow twitternya di @WarungSekatul